Minggu, 03 Mei 2020

Relaksasi Restrukturisasi Kredit Menghadapi Pandemi Covid-19

Catatan Restrukturisasi  :

Relaksasi Restrukturisasi Kredit Menghadapi Pandemi Covid-19


Oleh : Kardi Pakpahan*

                Dalam rangka menghadapi pandemi covid-19, pada 16 Maret 2020 OJK memberlakukan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical Dampak Penyebab Covid-19, yang diberlakukan untuk Bank Umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah. POJK yang mengatur relaksasi restrukturisasi  ini diberlakukan dari 16 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.
                Adapun latar belakang diundangkanya POJK No.11/POJK.03/2020 adalah sebagai berikut, pertama, perkembangan penyebaran Covid-19  secara global telah berdampak secara langsung ataupun secara tidak langsung terhadap kinerja dan atau kapasitas debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit.
                Kedua, dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur tersebut akan meningkatkan resiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
                Ketiga,  untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi , menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian  perlu diambil kebijakan stimulus perekonomian sebagai countercyclical  dampak covid-19, yaitu POJK No.11/POJK.03/2020.
Substansi
                Fasilitas kredit yang dapat dimasukkan dalam relaksasi restrukturisasi ala POJK No.11/POJK.03/2020  haruslah memenuhi kriteria, yaitu terdampak pandemi Covid-19, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk UMKM, yaitu Debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena Debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran Covid-19, baik secara langsung atau tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, manufaktur, pertanian dan pertambangan.
Apa saja subtansi relaksasi restrukturisasi kredit dalam POJK No.11/POJK.03/2020 ? Pertama, Kualitas kredit yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan retrukturisasi ( Vide : Pasal 5 ayat 1 POJK No.11/POJK.03/2020). Ketentuan restrukturisasi dalam pedoman akuntansi dan POJK terkait sebelumnya, misalnya kolektibilitas setelah restrukturisasi paling tinggi Kurang Lancar (KL) bila kredit yang diretrukturisasi sebelumnya kualitasnya Diragukan (D) atau Macet (M),  sedangkan kalau kredit yang direstrukturisasi dengan kualitas Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL) maka kualitas aset setelah restrukturisasi adalah tetap.
Kedua,    restrukturisasi kredit dapat dilakukan terhadap kredit yang diberikan sebelum maupun setelah Debitur terkena dampak penyebaran Covid-19 (Vide : Pasal 5 ayat 2 POJK No.11/POJK.03/2020).  Berbicara mengenai  kredit yang terdampak penyebaran pandemi covid-19 pada recovery kredit, tentu baik kredit lancar (perform) maupun pada recovery kredit non lancar (non perform). Hanya saja untuk kredit dengan kualitas non lancar,  ada syarat khususnya, yaitu setelah direstrukturisasi dapat mendukung kinerja Bank, yang biasanya syarat khususnya Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Misalnya, pak Anto (bukan nama sebenarnya), Debitur sebuah Bank dengan kolektilitas atau kualitas aset Diragukan (D) terhitung  Februari 2020, dengan bidang usaha jahit Baju, dan setelah mulai Maret 2020 mengembangkan usahanya juga untuk menjahit Masker kain untuk mencegah penyebaran pandemi covid-19, omset usaha dan sisa penghasilan semakin positif, tetapi belum dapat menyelesaikan seluruh  tunggakan bunga dan belum mampu membayar angsuran seperti yang terdapat pada Perjanjian Kredit awal. Tentu, bila debitur Anto, terdampak covid-19, baik secara lanngsung dan tidak langsung, terbuka dimasukkan dalam relaksasi restrukturisasi kredit sesuai dengan POJK No.11/POJK.03/2020 .
Ketiga, Kredit BPR yang direstrukturisasi berdasarkan POJK No.11/POJK.03/2020 dikecualikan dari  penerapan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit, baik yang terdadapat pedoman akuntansi muapun pada POJK terkait, seperti misalnya pada pembentukan CKPN atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai, termasuk juga tentunya dalam kemungkinan mengoreksi kelebihan PPAP (Penyisisan Penghapusan Aktiva Produktif) setelah kredit yang diretrukturisasi mulai dilakukan pembayaran angsuran oleh Debitur. Pada pasal 5 ayat 3 POJK No.11/POJK.03/2020 disebutkan :”Kredit bagi BPR atau pembiayaan bagi BPRS yang direstrukturisasi dikecualikan dari penerapan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit atau pembiayaan”.
Sedangkan cara retrukturisasi kredit menurut POJK No.11/POJK.03/2020 dapat dilakukan dengan : 1) penurunan suku bunga; 2) perpanjangan jangka waktu; 3) pengurangan tunggakan pokok; 4) pengurangan tunggakan bunga; 5) penambahan fasilitas kredit; 6) penundaan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga (grace periode); 7) konversi kredit menjadi penyertaan modal (yang hanya berlaku untuk bank umum, untuk BPR tidak berlaku karena BPR tidak dapat melakukan penyertaan).
Mengingat dampak negatif pandemi covid-19 pada bank, maka untuk meningkatkan kinerja bank dan mendukung pertumbuhan ekonomi, maka bank perlu menerapkan POJK No.11/POJK.03/2020 dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Dalam pada itu, Bank yang melakukan restrukturisasi kredit menyampaikan Laporan Stimulus Kredit atau  Pembiayaan Restrukturisasi, sesuai dengan format yang terdapat pada POJK No.11/POJK.03/2020, yang substansi utamanya antara lain : a) Nama Debitur; b) CIF; c) Sektor Ekonomi; d) Plafon; e) Baki Debet; f) Kualitas Aset sebelum Direstrukturisasi (Misalnya, 1 1 (lancar); 2 (Dalam Perhatian Khusus); 3(Kurang Lancar); 4 (Diragukan); atau 5 (Macet).
(*Penulis adalah Trainer Perbankan, Advokat dan Alumnus Program Kekhususan Hukum Kegiatan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar