Catatan Restrukturisasi :
Relaksasi
Restrukturisasi Kredit Menghadapi Pandemi Covid-19
Oleh : Kardi Pakpahan*
Dalam rangka menghadapi pandemi
covid-19, pada 16 Maret 2020 OJK memberlakukan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang
Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical Dampak Penyebab Covid-19, yang diberlakukan untuk
Bank Umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah. POJK yang mengatur
relaksasi restrukturisasi ini
diberlakukan dari 16 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.
Adapun latar belakang diundangkanya POJK
No.11/POJK.03/2020 adalah sebagai berikut, pertama,
perkembangan penyebaran Covid-19 secara
global telah berdampak secara langsung ataupun secara tidak langsung terhadap
kinerja dan atau kapasitas debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit.
Kedua,
dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur tersebut akan meningkatkan resiko
kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem
keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, untuk mendorong optimalisasi kinerja
perbankan, khususnya fungsi intermediasi , menjaga stabilitas sistem keuangan
dan mendukung pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menerapkan prinsip
kehati-hatian perlu diambil kebijakan
stimulus perekonomian sebagai countercyclical dampak covid-19, yaitu POJK
No.11/POJK.03/2020.
Substansi
Fasilitas kredit yang dapat dimasukkan dalam
relaksasi restrukturisasi ala POJK No.11/POJK.03/2020 haruslah memenuhi kriteria, yaitu terdampak
pandemi Covid-19, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk UMKM,
yaitu Debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena
Debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran Covid-19, baik secara
langsung atau tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata,
transportasi, perhotelan, perdagangan, manufaktur, pertanian dan pertambangan.
Apa
saja subtansi relaksasi restrukturisasi kredit dalam POJK No.11/POJK.03/2020 ? Pertama, Kualitas kredit yang
direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan retrukturisasi ( Vide :
Pasal 5 ayat 1 POJK No.11/POJK.03/2020). Ketentuan restrukturisasi dalam
pedoman akuntansi dan POJK terkait sebelumnya, misalnya kolektibilitas setelah
restrukturisasi paling tinggi Kurang Lancar (KL) bila kredit yang
diretrukturisasi sebelumnya kualitasnya Diragukan (D) atau Macet (M), sedangkan kalau kredit yang direstrukturisasi
dengan kualitas Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL)
maka kualitas aset setelah restrukturisasi adalah tetap.
Kedua, restrukturisasi kredit dapat dilakukan
terhadap kredit yang diberikan sebelum maupun setelah Debitur terkena dampak
penyebaran Covid-19 (Vide : Pasal 5 ayat 2 POJK No.11/POJK.03/2020). Berbicara mengenai kredit yang terdampak penyebaran pandemi
covid-19 pada recovery kredit, tentu
baik kredit lancar (perform) maupun pada recovery kredit non lancar (non perform). Hanya saja untuk kredit
dengan kualitas non lancar, ada syarat
khususnya, yaitu setelah direstrukturisasi dapat mendukung kinerja Bank, yang
biasanya syarat khususnya Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau
bunga kredit dan Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu
memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Misalnya, pak Anto (bukan
nama sebenarnya), Debitur sebuah Bank dengan kolektilitas atau kualitas aset Diragukan
(D) terhitung Februari 2020, dengan
bidang usaha jahit Baju, dan setelah mulai Maret 2020 mengembangkan usahanya
juga untuk menjahit Masker kain untuk mencegah penyebaran pandemi covid-19,
omset usaha dan sisa penghasilan semakin positif, tetapi belum dapat
menyelesaikan seluruh tunggakan bunga
dan belum mampu membayar angsuran seperti yang terdapat pada Perjanjian Kredit
awal. Tentu, bila debitur Anto, terdampak covid-19, baik secara lanngsung dan
tidak langsung, terbuka dimasukkan dalam relaksasi restrukturisasi kredit
sesuai dengan POJK No.11/POJK.03/2020 .
Ketiga, Kredit BPR yang
direstrukturisasi berdasarkan POJK No.11/POJK.03/2020 dikecualikan dari penerapan perlakuan akuntansi restrukturisasi
kredit, baik yang terdadapat pedoman akuntansi muapun pada POJK terkait,
seperti misalnya pada pembentukan CKPN atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai,
termasuk juga tentunya dalam kemungkinan mengoreksi kelebihan PPAP (Penyisisan
Penghapusan Aktiva Produktif) setelah kredit yang diretrukturisasi mulai
dilakukan pembayaran angsuran oleh Debitur. Pada pasal 5 ayat 3 POJK
No.11/POJK.03/2020 disebutkan :”Kredit
bagi BPR atau pembiayaan bagi BPRS yang direstrukturisasi dikecualikan dari penerapan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit atau
pembiayaan”.
Sedangkan
cara retrukturisasi kredit menurut POJK No.11/POJK.03/2020 dapat dilakukan
dengan : 1) penurunan suku bunga; 2) perpanjangan jangka waktu; 3) pengurangan
tunggakan pokok; 4) pengurangan tunggakan bunga; 5) penambahan fasilitas
kredit; 6) penundaan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga (grace periode); 7) konversi kredit
menjadi penyertaan modal (yang hanya berlaku untuk bank umum, untuk BPR tidak
berlaku karena BPR tidak dapat melakukan penyertaan).
Mengingat
dampak negatif pandemi covid-19 pada bank, maka untuk meningkatkan kinerja bank
dan mendukung pertumbuhan ekonomi, maka bank perlu menerapkan POJK
No.11/POJK.03/2020 dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Dalam pada
itu, Bank yang melakukan restrukturisasi kredit menyampaikan Laporan Stimulus
Kredit atau Pembiayaan Restrukturisasi,
sesuai dengan format yang terdapat pada POJK No.11/POJK.03/2020, yang substansi
utamanya antara lain : a) Nama Debitur; b) CIF; c) Sektor Ekonomi; d) Plafon;
e) Baki Debet; f) Kualitas Aset sebelum Direstrukturisasi (Misalnya, 1 1 (lancar);
2 (Dalam Perhatian Khusus); 3(Kurang Lancar); 4 (Diragukan); atau 5 (Macet).
(*Penulis adalah Trainer Perbankan, Advokat dan
Alumnus Program Kekhususan Hukum Kegiatan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar