Catatan
Hukum :
Mengantisipasi Resiko Hukum pada
Pelaksanaan
Lelang Pasal 6 UUHT bagi Perbankan
Oleh : Kardi Pakpahan*
Pelaksanaan lelang dengan menggunakan
ketentuan pasal 6 Undang-undang No.4/1996 hak tanggungan, yang disebut juga
Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) merupakan salah satu pilihan utama dalam recovery atau penyelesaian kredit
bermasalah bagi perbankan dikarenakan prosesnya yang lebih praktis, siderhana,
sistematis, transparan dan ekonomis. Adapun ketentuan pasal 6 UUHT yang
dimaksudkan :”Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut”.
Adapun prosedur atau tata cara
pelaksanaan dan persyaratan lelang pasal 6 UUHT diatur di dalam beberapa
peraturan pelaksana, seperti 1) Peraturan
Direktorat Kekayaan Negara No.2/KN/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 2)
Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 27/PMK.06/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 3) PMK No.90/PMK.06/2016 tentang Pedoman
Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran secara Tertulis tanpa Kehadiran Peserta
Lelang melalui internet.
Dari
peraturan pelaksana tersebut, ada beberapa syarat lelang pasal 6 UUHT. Syarat-syarat
tersebut sebaiknya dipersiapkan secara baik pada periode pra lelang supaya
dapat mengantisipasi resiko hukum, baik secara perdata maupun secara pidana.
Resiko
hukum bagi perbankan merupakan resiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan
aspek yuridis. Adapun sumber resiko hukum terjadi dikarenakan kelemahan aspek yuridis
yang disebabkan oleh lemahnya perikatan, ketiadaan dan/atau perubahan peraturan
perundang-undangan, yang menyebabkan suatu transaksi
yang telah dilakukan perbankan menjadi tidak sesuai
dengan ketentuan yang akan ada, dan proses litigasi baik yang timbul dari
gugatan pihak ketiga terhadap
perbankan maupun perbankan dengan pihak Ketiga, dan kemungkinan adanya laporan perkara pidana
yang ditujukan pihak ketiga kepada komisaris, direksi maupun perbankan karena
diduga telah melakukan delik pidana.
Salah satu
syarat pada pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT misalnya Surat Peringatan atau
Somasi dari Bank kepada Debitur, yang biasanya dituangkan dalam Surat
Peringatan I, II dan III. Pada surat peringatan itu tidak sekedar menyampaikan
total tunggakan atau kewajiban nasabah. Pada pasal 20 ayat 1e UUHT dikatakan :” ”Apabila Debitor cidera janji, maka
berdasarkan : hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT”.
Pada Surat
Peringatan dalam rangka pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT, sesuai dengan pasal
1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Debitur haruslah dinyatakan oleh Bank telah
lalai atau cidera janji atau dinyatakan telah wanprestasi. Beginilah ketentuan
pasal 1243 KUHPer selengkapnya :” :”Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan mulai diwajibkan, bila Debitur, walapun
telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Untuk
membuktikan bahwa Debitur telah lalai atau wanprestasi Bank atau Kreditur harus
menyatakan Debitur telah wanprestasi secara tertulis terlebih dahulu, yang
lazimnya dituangkan dalam surat peringatan. Dengan demikian, surat peringatan
yang menyatakan bahwa debitur telah wanprestasi harus sampai kepada Debitur.
Bagaimana seadannya permohonan lelang
pasal 6 UUHT belum memenuhi surat peringatan sesuai ketentuan yang berlaku (Vide
: pasal 6 UUHT jo 1243 KUHPer) ? Maka permohonan lelang atau penetapan jadual
lelang seharusnya belum dapat dilakukan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang).
Bagaimana jika Penetapan lelang pasal
6 UUHT sudah ditetapkan oleh KPKNL
padahal belum memenuhi surat peringatan tersebut dari Bank kepada Debitur ?
Dalam hal ini, Debitur terbuka menyampaikan keberatan kepada KPKNL supaya
pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan. Karena pada surat penetapan lelang
kepada Bank, biasanya pernyataan ini dari KPKNL disampaikan :”Meskipun jadwal lelang sudah ditetapkan,
namun lelang dapat tidak dilaksanakan, apabila tidak memenuhi legalitas formal
subyek atau obyek lelang karena terdapat perbedaan data pada dokumen lelang
ataupun ada sebab lain yang ditemukan setelah evaluasi detail terhadap
persyaratan lelang”.
Dalam pada itu, terbuka juga Debitur mengajukan permohonan blokir sertifikat kepada Kantor Pertanahan/BPN makakala ada syarat lelang, seperti Surat Peringatan yang belum memenuhi persyaratan tersebut, sebagaimana yang diatur pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPNRI No.13/2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, sehingga Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tidak dikeluarkan BPN dalam rangka lelang pasal 6 UUHT. Dan yang memberitahukan Setelah pencatatan blokir disahkan adalah Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang mempunyai tugas di bidang hubungan hukum keagrariaan secara tertulis melalui surat resmi kepada pemohon blokir dan/atau pihak-pihak yang bersangkutan secara patut (Vide : pasal 12 ayat 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPNRI No.13/2017).
Pertanyaan
berikutnya, lelang pasal 6 UUHT sudah dilaksanakan dan sudah ada pemenang
lelang, dalam konteks persyaratan lelang, tidak memenuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti Surat Peringatan tidak memenuhi
persyaratan seperti yang diatur pada pasal 1243 KHUPer. Dalam hal demikian
Debitur terbuka melakukan upaya hukum perdata, melalui gugatan perbuatan
melawan hukum atau onrechtmatige daad (Vide : pasal 1365 KUHPer).
Dalam pada itu, dalam menghadapi
hal tersebut untuk memulihkan rasa keadilan, Debitur terbuka juga menempuh
upaya hukum Pidana dengan membuat Laporan Polisi adanya dugaan tindak pidana
seperti yang diatur pada pasal 49 ayat 2 hurif b UU No.10/1998 yang menyatakan
:”Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau
Pegawai Bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp 5 Milyar paling banyak Rp 100 miliar”.
Mengingat
hal tersebut, maka pada masa pra lelang pasal 6 UUHT, salah satu hal yang perlu
dipersiapkan oleh Bank adalah Surat Peringatan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(*Penulis adalah
Advokat dan Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia)
#LelangPasal6UUHT #Blokiir #TundaLelang #ResikoHukum #PMH #SanksiPidana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar