Senin, 19 Oktober 2020

Mengantisipasi Resiko Hukum pada Pelaksanaan Lelang Pasal 6 UUHT bagi Perbankan

 

Catatan Hukum :

Mengantisipasi Resiko Hukum pada Pelaksanaan
Lelang Pasal 6 UUHT bagi Perbankan

Oleh : Kardi Pakpahan*

          Pelaksanaan lelang dengan menggunakan ketentuan pasal 6 Undang-undang No.4/1996 hak tanggungan, yang disebut juga Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) merupakan salah satu pilihan utama dalam recovery atau penyelesaian kredit bermasalah bagi perbankan dikarenakan prosesnya yang lebih praktis, siderhana, sistematis, transparan dan ekonomis. Adapun ketentuan pasal 6 UUHT yang dimaksudkan :”Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

          Adapun prosedur atau tata cara pelaksanaan dan persyaratan lelang pasal 6 UUHT diatur di dalam beberapa peraturan pelaksana, seperti 1) Peraturan Direktorat Kekayaan Negara No.2/KN/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 27/PMK.06/2016  tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 3) PMK No.90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran secara Tertulis tanpa Kehadiran Peserta Lelang melalui internet.

          Dari peraturan pelaksana tersebut, ada beberapa syarat lelang pasal 6 UUHT. Syarat-syarat tersebut sebaiknya dipersiapkan secara baik pada periode pra lelang supaya dapat mengantisipasi resiko hukum, baik secara perdata maupun secara pidana.

          Resiko hukum bagi perbankan merupakan   resiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis. Adapun sumber resiko hukum terjadi dikarenakan kelemahan aspek yuridis yang disebabkan oleh lemahnya perikatan, ketiadaan dan/atau perubahan peraturan perundang-undangan, yang menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan perbankan menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang akan ada, dan proses litigasi baik yang timbul dari gugatan pihak ketiga terhadap perbankan  maupun perbankan dengan pihak Ketiga, dan kemungkinan adanya laporan perkara pidana yang ditujukan pihak ketiga kepada komisaris, direksi maupun perbankan karena diduga telah melakukan delik pidana.

          Salah satu syarat pada pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT misalnya Surat Peringatan atau Somasi dari Bank kepada Debitur, yang biasanya dituangkan dalam Surat Peringatan I, II dan III. Pada surat peringatan itu tidak sekedar menyampaikan total tunggakan atau kewajiban nasabah. Pada pasal 20 ayat 1e UUHT dikatakan :”Apabila Debitor cidera janji, maka berdasarkan : hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT”.

          Pada Surat Peringatan dalam rangka pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT, sesuai dengan pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer)  Debitur haruslah dinyatakan oleh Bank telah lalai atau cidera janji atau dinyatakan telah wanprestasi. Beginilah ketentuan pasal 1243 KUHPer selengkapnya :” :”Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila Debitur, walapun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Untuk membuktikan bahwa Debitur telah lalai atau wanprestasi Bank atau Kreditur harus menyatakan Debitur telah wanprestasi secara tertulis terlebih dahulu, yang lazimnya dituangkan dalam surat peringatan. Dengan demikian, surat peringatan yang menyatakan bahwa debitur telah wanprestasi harus sampai kepada Debitur.

          Bagaimana seadannya permohonan lelang pasal 6 UUHT belum memenuhi surat peringatan sesuai ketentuan yang berlaku (Vide : pasal 6 UUHT jo 1243 KUHPer) ? Maka permohonan lelang atau penetapan jadual lelang seharusnya belum dapat dilakukan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).

          Bagaimana jika Penetapan lelang pasal 6 UUHT sudah ditetapkan  oleh KPKNL padahal belum memenuhi surat peringatan tersebut dari Bank kepada Debitur ? Dalam hal ini, Debitur terbuka menyampaikan keberatan kepada KPKNL supaya pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan. Karena pada surat penetapan lelang kepada Bank, biasanya pernyataan ini dari KPKNL disampaikan  :”Meskipun jadwal lelang sudah ditetapkan, namun lelang dapat tidak dilaksanakan, apabila tidak memenuhi legalitas formal subyek atau obyek lelang karena terdapat perbedaan data pada dokumen lelang ataupun ada sebab lain yang ditemukan setelah evaluasi detail terhadap persyaratan lelang”.

          Dalam pada itu, terbuka juga Debitur mengajukan permohonan blokir sertifikat kepada Kantor Pertanahan/BPN makakala ada syarat lelang, seperti Surat Peringatan yang belum memenuhi persyaratan tersebut, sebagaimana yang diatur pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPNRI No.13/2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, sehingga Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tidak dikeluarkan BPN dalam rangka lelang pasal 6 UUHT. Dan yang memberitahukan Setelah pencatatan blokir disahkan adalah Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang mempunyai tugas di bidang hubungan hukum keagrariaan secara tertulis melalui surat resmi kepada pemohon blokir dan/atau pihak-pihak yang bersangkutan secara patut (Vide : pasal 12 ayat 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPNRI No.13/2017).

          Pertanyaan berikutnya, lelang pasal 6 UUHT sudah dilaksanakan dan sudah ada pemenang lelang, dalam konteks persyaratan lelang, tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Surat Peringatan tidak memenuhi persyaratan seperti yang diatur pada pasal 1243 KHUPer. Dalam hal demikian Debitur terbuka melakukan upaya hukum perdata, melalui gugatan perbuatan melawan hukum atau onrechtmatige daad  (Vide : pasal 1365 KUHPer).

             Dalam pada itu, dalam menghadapi hal tersebut untuk memulihkan rasa keadilan, Debitur terbuka juga menempuh upaya hukum Pidana dengan membuat Laporan Polisi adanya dugaan tindak pidana seperti yang diatur pada pasal 49 ayat 2 hurif b UU No.10/1998 yang menyatakan :”Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pegawai Bank yang dengan sengaja  tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 5 Milyar paling banyak Rp 100 miliar”.

             Mengingat hal tersebut, maka pada masa pra lelang pasal 6 UUHT, salah satu hal yang perlu dipersiapkan oleh Bank adalah Surat Peringatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(*Penulis adalah Advokat dan Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

#LelangPasal6UUHT    #Blokiir    #TundaLelang    #ResikoHukum    #PMH    #SanksiPidana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar