Realisasi Kinerja Usaja Jasa
Keuangan dan Empat Pilihan Menghadapi Ketidakpastian
Oleh
: Kardi Pakpahan*
Kalau dicermati
rapor kinerja Usaha Jasa Keuangan untuk periode Semester I/2014, baik usaha perbankan maupun non perbankan,
maka dapat dikatakan disamping ada yang masih mampu bertumbuh, ada juga yang dalam posisi
bertahan maupun mulai terjadinya
penurunan. Lembaga keuangan non perbankan, yang relatif banyak mendapatkan sumber pembiayaan atau pendanaan yang bersumber dari
mancanegara atau offshore loan,
karena tidak menerapkan hedging atau
lindung nilai, akibat selisih kurs dan penurunan sisa penghasilan dari
rata-rata debiturnya, ada yang mengalami penurunan kinerja yang sangat tajam.
Beberapa diantara Usaha Jasa Keuangan ada juga yang melakukan perubahan Rencana Bisnis untuk
lebih realistik untuk mengatasi tantangan usaha di Semester II/2014.
Baik
karena faktor global (eksternal) maupun lokal (internal), lingkungan pasar Usaha
Jasa Keuangan beberapa waktu yang akan datang masih cenderung menghadapi
ketidakpastian atau turbulensi. Faktor
dominan yang masih mempengaruhi lingkungan usaha Usaha Jasa Keuangan itu adalah dampak lanjutan dari kebijakan The Fed untuk mengurangi stimulus atau tapering off, yang mengakibatkan naiknya
suku bunga. Dalam pada itu, negara-negara
yang selama ini sebagai pusat baru pertumbuhan ekonomi, sudah mulai ada dilanda
kelesuan kegiatan ekonomi, seperti yang terjadi di Negara Tiongkok. Sebagaimana
yang telah diketahui banyak komoditi primer dari Indonesia diekspor ke Tiongkok.
Dampak
tapering of, disamping karena beban
subsidi BBM, sudah mulai kentara dan terasa dari awal tahun 2014 untuk kegiatan
ekonomi nasional. Karena tapering of
misalnya, beban APBN pemerintah kian berat, terutama dalam membayar kembali
angsuran utang luar negeri yang telah
kian membengkak karena naiknya suku bunga dan melemahnya nilai Rupiah.
Dampak lanjutan
kebijakan tapering off dan beban
subsidi BBM, merupakan bagian penting yang memicu defisit neraca transaksi
berjalan dan defisit anggaran di sini. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah
sudah menaikkan beberapa harga barang dan jasa, seperti gas, tarif jalan tol,
listrik dan memangkas beberapa program yang didanai dari APBN 2014. Kenaikan
beberapa harga yang dimaksudkan turut memicu tingginya inflasi. Disisi lain, BI
melalui instrumen kebijakannya berupaya mengerem inflasi, seperti dengan
menaikkan uang muka KPR dan KPM.
Relatif
tingginya inflasi dan kondisi persaingan yang tetap makin ketat, termasuk
sebagai konsekuensi diterapkannya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
2015, merupakan bagian penting yang mengakibatkan turbulensi atau
ketidakpastian di lingkungan Usaha Jasa Keuangan.
Empat
Pilihan Mengatasi Ketidakpastian
Untuk
memastikan sustainability atau
kesinambungan Usaha Jasa Keuangan di tengah-tengah menghadapi kondisi turbulensi
atau ketidakpastian yang ada tentu memerlukan perubahan, yang dapat
dikelompokkan pada 4 strategi sebagai alternatif pilihan. Pertama, strategi sprinter. Karakteristik Usaha Jasa Keuangan pada
bagian ini menghadapi ketidakpastian yang relatif rendah dan tingkat perubahan
yang diperlukan juga adalah rendah. Upaya yang relevan yang dapat dilakukan
adalah dengan cara cepat membuat perbaikan tambahan secara berkesinambungan
pada model atau strategi pemasaran yang ada selama ini, baik di sisi
segmentasi, positioning, targeting, produk, price, promotion, maupun
pada saluran penjualan
Kedua,
strategi eksperimental. Karakteristik ketidakpastian (unpredictability) yang dihadapi Usaha Jasa Keuangan pada bagian ini
relatif besar, dan tinfkat perubahan yang diperlukan (degree of change required) adalah kecil. Untuk menjalankan strategi
eksperimental ini dapat dilakukan modifikasi model atau strategi pemasaran yang
ada selama ini.
Ketiga,
strategi migrator. Karakteristik Usaha Jasa Keuangan pada bagian ini menghadapi
tingklat ketidakpastian yang relatif rendah, dan tingkat perubahan yang
diperlukan adalah tinggi. Strategi dapat dilakukan melalui cara migrasi atau
berpindah dari satu model pemasaran yang ada selama ini ke model strategi
pemasaran yang lebih menarik.
Keempat, strategi voyager. Pada bagian ini, Usaha Jasa
Keuangan menghadapi ketidakpastian yang tinggi serta memerlukan tingkat
perubahan yang tinggi. Untuk menghadapinya, dapat dilakukan dengan mengelola
perubahan di semua unit atau sistem bisnis atau model permasaran secara
simultan.
( *Penulis adalah Alumnus Prog. Hukum Kegiatan
Ekonomi Fak. Hukum Universitas Indonesia, Advokat/Trainer di bidang Usaha Jasa
Keuangan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar