Selasa, 09 September 2014

Catatan Kardi Pakpahan :"Realisasi Kinerja Usaja Jasa Keuangan dan Empat Pilihan Menghadapi Ketidakpastian"

Realisasi Kinerja Usaja Jasa Keuangan dan Empat Pilihan Menghadapi Ketidakpastian
Oleh : Kardi Pakpahan*
            Kalau dicermati rapor kinerja Usaha Jasa Keuangan untuk periode Semester I/2014,  baik usaha perbankan maupun non perbankan, maka dapat dikatakan disamping ada yang masih mampu  bertumbuh, ada juga yang dalam posisi bertahan maupun mulai  terjadinya penurunan. Lembaga keuangan non perbankan, yang relatif  banyak mendapatkan sumber pembiayaan  atau pendanaan yang bersumber dari mancanegara atau offshore loan, karena tidak menerapkan hedging atau lindung nilai, akibat selisih kurs dan penurunan sisa penghasilan dari rata-rata debiturnya, ada yang mengalami penurunan kinerja yang sangat tajam. Beberapa diantara Usaha Jasa Keuangan ada juga yang  melakukan perubahan Rencana Bisnis untuk lebih realistik untuk mengatasi tantangan usaha di  Semester II/2014.
            Baik karena faktor global (eksternal) maupun lokal (internal), lingkungan pasar Usaha Jasa Keuangan beberapa waktu yang akan datang masih cenderung menghadapi ketidakpastian atau turbulensi.  Faktor dominan yang masih mempengaruhi lingkungan usaha Usaha Jasa Keuangan itu  adalah dampak lanjutan dari kebijakan The Fed untuk mengurangi stimulus atau tapering off, yang mengakibatkan naiknya suku bunga. Dalam pada itu,  negara-negara yang selama ini sebagai pusat baru pertumbuhan ekonomi, sudah mulai ada dilanda kelesuan kegiatan ekonomi, seperti yang terjadi di Negara Tiongkok. Sebagaimana yang telah diketahui banyak  komoditi  primer dari Indonesia diekspor ke Tiongkok.
            Dampak tapering of, disamping karena beban subsidi BBM, sudah mulai kentara dan terasa dari awal tahun 2014 untuk kegiatan ekonomi nasional. Karena tapering of misalnya, beban APBN pemerintah kian berat, terutama dalam membayar kembali angsuran  utang luar negeri yang telah kian membengkak karena naiknya suku bunga dan melemahnya nilai Rupiah.
Dampak lanjutan kebijakan tapering off dan beban subsidi BBM, merupakan bagian penting yang memicu defisit neraca transaksi berjalan dan defisit anggaran di sini. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah sudah menaikkan beberapa harga barang dan jasa, seperti gas, tarif jalan tol, listrik dan memangkas beberapa program yang didanai dari APBN 2014. Kenaikan beberapa harga yang dimaksudkan turut memicu tingginya inflasi. Disisi lain, BI melalui instrumen kebijakannya berupaya mengerem inflasi, seperti dengan menaikkan uang muka KPR dan KPM.
            Relatif tingginya inflasi dan kondisi persaingan yang tetap makin ketat, termasuk sebagai konsekuensi diterapkannya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, merupakan bagian penting yang mengakibatkan turbulensi atau ketidakpastian di lingkungan Usaha Jasa Keuangan.
Empat Pilihan Mengatasi Ketidakpastian
            Untuk memastikan sustainability atau kesinambungan Usaha Jasa Keuangan di tengah-tengah menghadapi kondisi turbulensi atau ketidakpastian yang ada tentu memerlukan perubahan, yang dapat dikelompokkan pada 4 strategi sebagai alternatif pilihan. Pertama, strategi sprinter. Karakteristik Usaha Jasa Keuangan pada bagian ini menghadapi ketidakpastian yang relatif rendah dan tingkat perubahan yang diperlukan juga adalah rendah. Upaya yang relevan yang dapat dilakukan adalah dengan cara cepat membuat perbaikan tambahan secara berkesinambungan pada model atau strategi pemasaran yang ada selama ini, baik di sisi segmentasi, positioning, targeting, produk, price, promotion, maupun pada saluran penjualan
Kedua, strategi eksperimental. Karakteristik ketidakpastian (unpredictability) yang dihadapi Usaha Jasa Keuangan pada bagian ini relatif besar, dan tinfkat perubahan yang diperlukan (degree of change required) adalah kecil. Untuk menjalankan strategi eksperimental ini dapat dilakukan modifikasi model atau strategi pemasaran yang ada selama ini.
Ketiga, strategi migrator. Karakteristik Usaha Jasa Keuangan pada bagian ini menghadapi tingklat ketidakpastian yang relatif rendah, dan tingkat perubahan yang diperlukan adalah tinggi. Strategi dapat dilakukan melalui cara migrasi atau berpindah dari satu model pemasaran yang ada selama ini ke model strategi pemasaran yang lebih menarik.
Keempat,  strategi voyager. Pada bagian ini, Usaha Jasa Keuangan menghadapi ketidakpastian yang tinggi serta memerlukan tingkat perubahan yang tinggi. Untuk menghadapinya, dapat dilakukan dengan mengelola perubahan di semua unit atau sistem bisnis atau model permasaran secara simultan.
( *Penulis adalah Alumnus Prog. Hukum Kegiatan Ekonomi Fak. Hukum Universitas Indonesia, Advokat/Trainer di bidang Usaha Jasa Keuangan